Welcome to Mu_Ha Kuzuryu's Blog

Give your smile to everyone everyday. And remember, smile is special gift. Make tomorrow is better than today. OK!!!

Jumat, 29 Mei 2009

GAMELAN SUNDA DAN SEJARAHNYA

GAMELAN SUNDA DAN SEJARAHNYA

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.708 pulau. Di pulau-pulau tersebut tersebar 237 juta penduduk Indonesia sehingga Indonesia menjadi negara dengan populasi terbanyak keempat di dunia. Berbagai etnik, budaya, bahasa dan kepercayaan tumbuh dan berkembang di Indonesia. Walaupun terdapat keberagaman bahasa, semua suku dipersatukan oleh bahasa Nasional, Bahasa Indonesia.

Setiap daerah memiliki musik dan tradisinya masing-masing. Gamelan adalah salah satu alat musik yang paling populer dan dikagumi oleh warga internasional. Gamelan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1.Gamelan Jawa
2.Gamelan Bali, dan
3.Gamelan Sunda.

Masing-masing jenis berkembang pada daerahnya masing-masing. Gamelan sering digunakan sebagai musik pengiring pada kesenian tradisional wayang kulit, wayang orang dan berbagai ritual. Dalam adat Jawa, Gamelan juga digunakan dalam ritual “Temu Manten”. Ritual ini adalah sebuah ritual yang dilakukan untuk mempertemukan kedua calon pengantin.

Di Bali, Gamelan Bali digunakan dalam berbagai upacara ritual Bali seperti “Potong Gigi”, yaitu sebuah ritual upacara yang menandakan seorang anak sudah memasuki masa remaja. Namun dalam perkembangannya, penggunaan Gamelan semakin luas dalam berbagai kesenian. Gamelan sering dipadukan dengan puisi dan tarian.

Pada mitologi Jawa, Gamelan diciptakan oleh Dewa yang menjelma menjadi manusia, Shivam Malholtra di era Saka 167. Kerajaannya berdiri di pegunungan Maendra, yang orang-orang sekarang mengenalnya dengan Gunung Lawu. Saat itu,ia memerlukan signal untuk berhubungan dengan Dewa-Dewa yang lain. Maka dari itu dibuatlah Gong. Untuk pesan signal yang lebih kompleks, maka Ia memerlukan dua gong lain yaitu Kempul dan Siyem, yang nantinya membentuk Gamelan.

Kata “Gamelan” berasal dari kata “Gamel” yang berarti memukul. Maka Gamelan diartikan sebagai sekelompok instrument musik yang dimainkan secara terpadu dalam sebuah kelompok. Mayoritas alat musik dalam kelompok Gamelan dimainkan dengan cara dipukul. Beberapa alat musik dalam Gamelan yang tidak dibunyikan dengan cara dipukul adalah Suling, Rebab dan Celempung. Suling dibunyikan dengan cara ditiup sedangkan Rebab dan Celempung dibunyikan dengan cara dipetik. Gamelan terdiri dari banyak alat musik seperti :
1.Kempul
2.Gong
3.Siyem
4.Bonang
5.Suling
6.Kempyang
7.Kethuk
8.Kenong
9.Sarong
10.Slenthem
11.Celempung
12.Kendhang
13.Rebab
14.Gender
15.Gambang

Dalam kepercayaan tradisonal, Gamelan dianggap suci dan dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Setiap instrument yang menjadi bagian Gamelan dipercaya memiliki roh. Oleh karena itu, setiap musisi yang memainkan Gamelan harus bermain Gamelan tanpa memakai alas kaki, karena jika memakai alas kaki, dipercaya bahwa hal itu akan mengganggu roh. Melangkahi alat musik Gamelan pun adalah hal yang dilarang keras. Dalam kepercayaan Jawa, Gong Ageng dipercaya sebagai pusat roh dalam Gamelan tersebut.


Degung adalah kumpulan alat musik dari sunda. Ada dua pengertian tentang istilah Degung, yaitu :
Degung sebagai nama perangkat gamelan
Degung sebagai nama laras bagian dari laras salendro (berdasarkan teori Machyar Angga Kusumahdinata).

Degung sebagai unit gamelan dan degung yang sebagai laras mempunyai arti yang berlainan. Dan dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk: (mi) 2 – (la) 5) dan degung triswara: 1 (da), 3 (na), dan 4 (ti).

Ada beberapa gamelan yang pernah ada dan terus berkembang di Jawa Barat, antara lain :

1.Gamelan Salendro
Gamelan salendro ini biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang, tari, kliningan, jaipongan dan lain-lain.

2.Gamelan Pelog
Gamelan pelog fungsinya hampir sama dengan gamelan salendro, akan tetapi kesenian gamelan pelog kurang begitu berkembang dan kurang akrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup kesenian di masyarakat. Hal ini menandakan cukup terwakilinya seperangkat gamelan dengan keberadaan gamelan salendro.

3.Gamelan Degung.
Gamelan degung merupakan kesenian gamelan yang dirasakan cukup mewakili kekhasan masyarakat Jawa Barat.

4.Gamelan Ajeng
Gamelan ini berlaras salendro yang masih terdapat di kabupaten Bogor

5.Gamelan Renteng
Gamelan renteng terdapat di beberapa tempat di Jawa Barat, salah satunya di Batu Karut, Cikalong kabupaten Bandung. Melihat bentuk dan interval gamelan renteng, ada pendapat bahwa kemungkinan besar gamelan degung yang sekarang berkembang, berorientasi pada gamelan Renteng.


Dalam sejarah gamelan degung (sunda), degung merupakan salah satu gamelan khas dan asli hasil kreativitas masyarakat Sunda. Gamelan yang kini jumlahnya telah berkembang dengan pesat, diperkirakan awal perkembangannya sekitar pada akhir abad ke-18 atau pada awal abad ke-19. Jaap Kunst yang mendata gamelan yang ada di seluruh pulau Jawa, yang ditulis dalam bukunya Toonkunst van Java (1934), mencatat bahwa degung terdapat di beberapa tempat, antara lain :
1.Bandung
2.Sumedang
3.Cianjur
4.Ciamis
5.Kasepuhan
6.Kanoman
7.Darmaraja
8.Banjar
9.Singaparna

Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, kerajaan Galuh misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama lagu-lagunya yang yang banyak diwarnai kondisi sungai, bebrapa lagu di antaranya :
1.Manintin
2.Galatik Manggut
3.Kintel Buluk
4.Sang Bango

Masyarakat Sunda menduga dan mengatakan bahwa degung merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa, yaitu bahwa kata “degung” berasal dari kata "ngadeg" (berdiri) dan “agung” (megah) atau “pangagung” (menak; bangsawan), yang mengandung pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat bangsawan. E. Sutisna, salah seorang nayaga Degung Parahyangan, menghubungkan kata “degung” dikarenakan gamelan ini dulu hanya dimiliki oleh para pangagung (bupati). Dalam literatur istilah “degung” pertama kali muncul tahun 1879, yaitu dalam kamus susunan H.J. Oosting. Kata "De gong" (gamelan, bahasa Belanda). Di dalam kamus ini, “de gong” mengandung pengertian “penclon-penclon yang digantung”.


Perkembangan dari kesenian Gamelan Degung (Sunda), dulu gamelan degung hanya dimainkan dengan cara ditabuh secara gendingan (instrumental). Bupati Cianjur RT. Wiranatakusumah V (1912-1920) melarang degung memakai nyanyian (vokal) karena hal itu membuat suasana menjadikurang serius (rucah). Ketika bupati ini tahun 1920 pindah menjadi bupati Bandung, maka perangkat gamelan degung di pendopo Cianjur juga turut dibawa bersama nayaganya, dipimpin oleh Idi. Sejak itu gamelan degung yang bernama Pamagersari ini menghiasi pendopo Bandung dengan lagu-lagunya.

Melihat dan mendengarkan keindahan degung, salah seorang saudagar Pasar Baru Bandung keturunan Palembang, Anang Thayib, merasa tertarik untuk menggunakannya dalam acara hajatan yang diselenggarakannya. Kebetulan dia sahabat bupati tersebut. Oleh karena itu dia mengajukan permohonan kepada bupati agar diizinkan menggunakan degung dalam hajatannya, dan akhirnya permohonan itu diizinkannya. Mulai saat itulah degung digunakan dalam hajatan (perhelatan) umum. Permohonan semacam itu semakin banyak, maka bupati memerintahkan supaya membuat gamelan degung lagi, dan terwujud degung baru yang dinamakan Purbasasaka, dipimpin oleh Oyo.

Sebelumnya waditra (instrumen) gamelan degung hanya terdiri atas koromong (bonang) 13 penclon, cempres (saron panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Kemudian penambahan-penambahan waditra terjadi sesuai dengan tantangan dan kebutuhan musikal, misalnya penambahan kendang dan suling oleh bapak Idi. Gamelan degung kabupaten Bandung, bersama kesenian lain digunakan sebagai musik gending karesmen (opera Sunda) kolosal Loetoeng Kasaroeng tanggal 18 Juni 1921 dalam menyambut Cultuurcongres Java Institut. Sebelumnya, tahun 1918 Rd. Soerawidjaja pernah pula membuat gending karesmen dengan musik degung, yang dipentaskan di Medan.

Pada tahun 1926 degung dipakai untuk illustrasi film cerita pertama di Indonesia berjudul Loetoeng Kasaroeng, oleh L. Heuveldrop dan G. Kruger produksi Java Film Company, Bandung. Karya lainnya yang menggunakan degung sebagai musiknya adalah gending karesmen Mundinglaya dikusumah oleh M. Idris Sastraprawira dan Rd. Djajaatmadja di Purwakarta tahun 1931.

Setelah Idi meninggal (tahun 1945) degung tersendat perkembangannya. Apalagi setelah itu revolusi fisik banyak mengakibatkan penderitaan masyarakat. Degung dibangkitkan kembali secara serius tahun 1954 oleh Moh. Tarya, Ono Sukarna, dan E. Tjarmedi. Selain menyajikan lagu-lagu yang telah ada, mereka menciptakan pula lagu-lagu baru dengan nuansa lagu-lagu degung sebelumnya. Tahun 1956 degung mulai disiarkan secara tetap di RRI Bandung dengan mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat. Tahun 1956 Enoch Atmadibrata membuat tari Cendrawasih dengan musik degung dengan iringan degung lagu palwa. Bunyi degung lagu Palwa setiap kali terdengar tatkala pembukaan acara warta berita bahasa Sunda, sehingga dapat meresap dan membawa suasana khas Sunda dalam hati masyarakat.

Pengembangan lagu degung dengan vokal dilanjutkan oleh grup Parahyangan pimpinan E. Tjarmedi sekitar tahun 1958. Selanjutnya E. Tjarmedi dan juga Rahmat Sukmasaputra mencoba menggarap degung dengan lagu-lagu alit (sawiletan) dari patokan lagu gamelan salendro pelog. Rahmat Sukmasaputra juga merupakan seorang tokoh yang memelopori degung dengan nayaga wanita. Selain itu, seperti dikemukakan Enoch Atmadibrata, degung wanita dipelopori oleh para anggota Damas (Daya Mahasiswa Sunda) sekitar tahun 1957 di bawah asuhan Sukanda Artadinata (menantu Oyo).

Tahun 1962 ada yang mencoba memasukkan waditra angklung ke dalam degung. Tetapi hal ini tidak berkembang. Tahun 1961 RS. Darya Mandalakusuma (kepala siaran Sunda RRI Bandung) melengkapi degung dengan waditra gambang, saron, dan rebab. Kelengkapan ini untuk mendukung gending karesmen Mundinglayadikusumah karya Wahyu Wibisana. Gamelan degung ini dinamakan degung Si Pawit. Degung ini juga digunakan untuk pirigan wayang Pakuan. Dari rekaman-rekaman produksi Lokananta (Surakarta) oleh grup RRI Bandung dan Parahyangan pimpinan E. Tjarmedi dapat didengarkan degung yang menggunakan waditra tambahan ini. Lagu-lagu serta garap tabuhnya banyak mengambil dari gamelan salendro pelog, misalnya lagu Paksi Tuwung, Kembang Kapas, dsb. Pada tahun 1964, Mang Koko membuat gamelan laras degung yang nadanya berorientasi pada gamelan salendro (dwi swara). Bentuk ancak bonanya seperti tapal kuda. Dibanding degung yang ada pada waktu itu, surupannya lebih tinggi. Keberadaan degung ini sebagai realisasi teori R. Machyar. Gamelan laras degung ini pernah dipakai untuk mengiringi gending karesmen Aki Nini Balangantrang (1967) karya Mang Koko dan Wahyu Wibisana.

Pada tahun 1970—1980-an semakin banyak yang menggarap degung, misalnya Nano S. dengan grup Gentra Madya (1976), lingkung seni Dewi Pramanik pimpinan Euis Komariah, degung Gapura pimpinan Kustyara, dan degung gaya Ujang Suryana (Pakutandang, Ciparay) yang sangat populer sejak tahun 1980-an dengan ciri permainan sulingnya yang khas. Tak kalah penting adalah Nano S. dengan grup Gentra Madya-nya yang memasukan unsur waditra kacapi dalam degungnya. Nano S. membuat lagu degung dengan kebiasaan membuat intro dan aransemen tersendiri. Beberapa lagu degung karya Nano S. yang direkam dalam kaset sukses di pasaran, di antaranya :
1.Panglayungan (1977)
2.Puspita (1978)
3.Naon Lepatna (1980)
4.Tamperan Kaheman (1981)
5.Anjeun (1984)
6.Kalangkang, yang dinyanyikan oleh Nining Meida dan Barman Syahyana (1986).

Lagu Kalangkang ini lebih populer lagi setelah direkam dalam gaya pop Sunda oleh penyanyi Nining Meida dan Adang Cengos sekitar tahun 1987.

Berbeda dengan masa awal (tahun 1950-an), para penyanyi degung berasal dari kalangan penyanyi gamelan salendro pelog (pasinden; ronggeng). Tapi sekarang para penyanyi degung sejak 1970-an kebanyakan berasal dari kalangan mamaos (tembang Sunda Cianjuran), baik pria maupun wanita. Juru kawih degung yang populer dan berasal dari kalangan mamaos di antaranya :
1.Euis Komariah
2.Ida Widawati
3.Teti Afienti
4.Mamah Dasimah
5.Barman Syahyana
6.Didin S. Badjuri
7.Yus Wiradiredja
8.Tati Saleh dan sebagainya.

Lagu-lagu degung di antaranya:
1.Palwa
2.Palsiun
3.Bima Mobos (Sancang)
4.Sang Bango
5.Kinteul Bueuk
6.Pajajaran
7.Catrik
8.Lalayaran
9.Jipang Lontang
10.Sangkuratu
11.Karang Ulun
12.Karangmantri
13.Ladrak
14.Ujung Laut
15.Manintin
16.Beber Layar
17.Kadewan
18.Padayungan, dan sebagainya.

Sedangkan lagu-lagu degung ciptaan baru yang digarap dengan menggunakan pola lagu rerenggongan di antaranya:
1.Samar-samar
2.Kembang Ligar
3.Surat Ondangan
4.Hariring Bandung
5.Tepang Asih
6.Kalangkang
7.Rumaos
8.Bentang Kuring, dan sebagainya.



Sedangkan Perkembangan Gamelan Degung (Sunda) di luar Indonesia, dilakukan oleh perguruan tinggi seni dan beberapa musisi, misalnya Lingkung Seni Pusaka Sunda University of California (Santa Cruz, USA), musisi Lou Harrison (US), dan Rachel Swindell bersama mahasiswa lainnya di London (Inggris), Paraguna (Jepang), serta Evergreen, John Sidal (Kanada). Di Melbourne, Australia, ada sebuah set gamelan degung milik University of Melbourne yang seringkali digunakan oleh sebuah komunitas pencinta musik Sunda untuk latihan dan pementasan di festival-festival.

ALAT-ALAT MUSIK DALAM GAMELAN SUNDA

Gamelan adalah alat musik dalam pertunjukan wayang. Dalam pertunjukan wayang Jawa, alat musik ini terdiri atas paling tidak 15 jenis instrumen yang berbeda, yang kebanyakan alat musik itu terbuat dari bahan perunggu dan berbagai macam perkusi. Suling, kendang, rebab, dan gambang adalah pengiring pertunjukan yang bukan perkusi dan tidak terbuat dari perunggu.

Berdasarkan bentuk, kelengkapan, dan penempatan alat musiknya, jenis gamelan di Sunda dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1.Renteng
goong renteng (9 perangkat)
sakati (2 perangkat)
degung (2 perangkat)
koromong (4 perangkat)
goong gede (1 perangkat)
monggang Ciamis (1 perangkat)

2.Salendro pelog
gamelan salendro (10 perangkat)
gamelan pelog (10 perangkat)
gamelan ajeng (8 perangkat)
monggang Cigugur

3. Ketuk tilu
tatabeuhan ronggeng (ketuk tilu, ronggeng gunung, ronggeng ketuk, doger, topeng banjet, dsb.)


Berikut ini adalah macam-macam alat musik gamelan yang digunakan dan pengertiannya :

1.Kothak. Terbuat dari kayu. Biasanya, kothak berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan wayang dan alat pertunjukan yang lain seperti Kelir, Chempala, dan Kepyak. Untuk dapat menyimpan sekitar 200 buah wayang, ukuran panjangnya bisa mendekati 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 60 cm (dengan tutup kothak terpasang).

2.Kendang adalah instrumen pemimpin. Pengendang adalah konduktor dari musik gamelan. Ada 5 ukuran kendang dari 20 cm - 45 cm.



3.Saron. Adalah alat musik pukul dari bronze dengan disanggah kayu. Ada 3 macam Saron :
Saron Barung

Saron Peking

Saron Demung.


4.Bonang Barung. Alat ini terdiri dari 2 baris peralatan dari bronze dimainkan dengan 2 alat pukul.



5.Slenthem. Lempengan bronze ini diletakan diatas bambu untuk resonansinya.



6.Gender. Alat ini hampir sama dengan Slenthem dengan lempengan bronze lebih banyak.



7.Gambang. Merupakan alat musik yang berupa lempengan kayu yang diletakkan diatas frame kayu juga.



8.Gong. Setiap set slendro dan pelog dilengkapi dengan 3 gong. Dua Gong besar (Gong Ageng) dan satu Gong Suwukan sekitar 90 cm, terbuat dari bronze, Gong menandakan akhir dari bagian lagu yang liriknya panjang.



9.Kempul. Merupakan Gong kecil, untuk menandakan lagu yang bagiannya berirama pendek. Setiap set slendro dan pelog terdiri dari 6 atau 10 kempul.



10.Kenong. Adalah alat musik semacam gong kecil diatas tatakan, satu set komplet bisa 10 kenong baik set slendro atau pelog.



11.Kethuk. Alat ini disebut juga kenong kecil, yang fungsinya yaitu menandakan jeda antar lirik lagu.



12.Clempung. Merupakan suatu instrumen dawai, masing-masing slendro dan pelog menetapkan kebutuhan satu clempung.



13.Siter. Pada tiap set slendro dan pelog memerlukan 1 siter.   

14.Suling. Pada setiap set slendro dan pelog memerlukan 1 suling.



15.Rebab. Alat musik gesek



16.Keprak dan Kepyak. Ini diperlukan untuk pertunjukan tari

17.Bedug

18.Cemphala. Cemphala atau pemukul kayu biasanya terbuat dari kayu teak. Ada dua macam cemphala, yang satu berukuran hanya separuh dari yang lain. Yang lebih besar berukuran sekitar 20 cm dengan diameter berukuran 5 cm. Biasanya benda ini dipegang dengan tangan kiri si dalang. Chemphala digunakan untuk memukul kothak yang menimbulkan efek dan isyarat yang dibutuhkan.  Apabila kedua tangan si dalang sibuk memainkan wayang, maka dia menggunakan chempala yang kecil untuk keperluan yang sama dengan cara menjepitkannya pada jari kaki kanan sang dalang. Untuk itu, dalang biasanya duduk bersila, dengan kaki kanan menyilang pada paha kiri.

Seperti yang dijelaskan diatas, suara ketukan bukan hanya melahirkan efek suara, tetapi juga berfungsi sebagai tanda dari dalang untuk para musisi yang memainkan melodi, untuk memperlambat atau mempercepat ritme (irama), untuk memperkeras atau mengecilkan bunyi musik, atau menghentikannya.

19.Kepyang. Alat ini terbuat dari logam. Biasanya ia terbuat dari tiga kepingan perunggu dengan panjang 15 cm dan lebar 10 cm, didukung pula oleh tali kecil atau rantai yang diikat pada bagian luar kothak. Dalang akan memukul-mukul kepyak dengan chempala yang dijepit pada jari-jari kaki kanannya. Fungsi utama dari alat ini adalah untuk menimbulkan efek bunyi. Tetapi kadangkala ia berfungsi untuk memberikan tanda pada para pemain gamelan.



KESIMPULAN

Indonesia dengan ribuan pulau yang dimiliki ternyata memiliki berbagai etnik, budaya, bahasa dan kepercayaan tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia. Dengan keberagaman etnik, budaya, bahasa dan kepercayaan tersebut, maka Indonesia juga memiliki banyak kesenian tradisional baik seni musik, tari, pakaian adat dan sebagainya. Dari sekian seni musik yang ada diantaranya adalah gamelan sunda yang sudah kami bahas dalam makalah ini. Dan dari pembahasan mengenai pengertian dan alat-alat musik yang ada pada gamelan sunda, maka kita semakin tahu dengan kesenian tradisional yang dimiliki bangsa kita. Dan kesimpulan yang dapat di ambil adalah sebagai bangsa Indonesia, kita para generasi muda harus melestarikan kesenian yang merupakan milik bangsa kita, minimal kita pun tahu seluk beluk dari kesenian yang tersebar di Nusantara ini dan memahami apa ciri dan bagaimana serta untuk apa kesenian itu dibuat.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memperkaya wawasan kita tentang kesenian Indonesia dan semoga karya tulis ini bermanfaat untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Choy, Peggy. Central Javanese Gamelan Instruments (From J T Titon [ed.], Worlds of Music, 235)

http://id.wikipedia.ogr/wiki/Degung
http://didiwiardi.multiply.com/journal/item/1

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda