Welcome to Mu_Ha Kuzuryu's Blog

Give your smile to everyone everyday. And remember, smile is special gift. Make tomorrow is better than today. OK!!!

Minggu, 08 Maret 2009

MENJADWAL HUJAN

(030309)

“Duh, kapan nih, hujan reda?” tanya seseorang.
“Entahlah. Biasanya jam 3.” jawab seorang temannya.
“Hah? Benar? Waaah… padahal aki sibuk banget hari ini. Buat tiga jam ke depan saja, aku harus bolak-balik dari kantor, terus ke situ, lalu rapat lagi di kantor, lalu ke sana, lalu ke situ,….”
Begitulah keadaan di sebuah emperan took. Hujan yang mengguyur membuat sebagian pengendara sepeda motor yang tidak membawa jas hujan terpaksa berhenti karena terlalu derasnya hujan. Tak sedikit orang yang berkumpul di depan took yang telah tutup itu. Dari anak sekolah, sampai ibu-ibu dan orang-orang kantoran berkerumun di situ. Semua terlihat mengeluh karena hujan turun tiba-tiba. Tapi rasa keluh itu lama-lama hilang karena ada beberapa tukang becak yang mendekat dan mereka yang tidak membawa kendaraan pun lebih memilih naik becak daripada berdiri menunggu hujan berhenti.
Di jalan terlihat seorang anak SMP mengayuh sepedanya. Dia tampak kesal dan terus menggerutu sepanjang perjalanan pulangnya. Tubuh yang basah kuyup sudah tidak ia pedulikan lagi. Cipratan air hujan yang keruh membuatnya harus menyingkir tapi tak bisa. Kubangan air yang menurutnyaa seharusnya tidak ada jika jalan yang ia dan orang lain pakai itu diaspal dengan mulus, membuatnya harus mengerem sepedanya dan berlalan pelan-pelan.
“Ukh….” keluhnya.
Sebenarnya anak ini dapat pulan tanpa harus super basah kuyup seperti ini, karena sekitar 10 menit yang lalu hujan hanya turun rintik-rintik. Ia pun pulang dengan baju seragam yang tidak terlalu basah. Tapi ia ternyata mudah terpengaruh temannya yang lebih menunggu gerimis benar-benar reda. Tapi setelah 8 menit menunggu dan tak ada perubahan dengan gerimis, ia putuskan untuk pulang sendiri. Tapi malang nasibnya. 2 menit kemudian atau sekitar 500 meter dari sekolahnya, gerimis tiba-tiba berubah menjadi hujan lebat. Kurang dari 10 detik, tubuhnya sudah tak ada yang kering.
“Gimana nih? Turun nggak ya? Turuh, ngapain turun? Udah basah kuyup gini. Tapi kalo nggak turun, rumah masih kurang 1,5 km lagi.”
Ia pun terus bimbang antara turun dan tidak. Tapi melihat keadaan sudah begini, dan ia pun belum sholat Dhuhur, sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 14.00, akhirnya ia putuskan terus. Syukurlah sepanjang perjalanan hujan mulai agak reda, tidak sehebat awalnya. Tapi hal itu tak bertahan lama. Hanya berselang satu menit, hujan kembali deras seperti awal tadi.
“Aaaaaaaaakh….”
Tubuh terasa sakit seperti dijatuhi kerikil, karena diameter air hujan mencapai hampir 1 cm. dengan segala perjuangan melawan derasnya hujan, sampailah anak ini di depan rumahnya. Srasa mendapat rezeki durian runtuh yang tidak terduga-duga. Ia benar-benar lega melihat rumahnya telah di dean mata. Ia pun masuk dan memarkir sepedanya. Tas sekolah ia lepaskan dan segera ia mandi.
Kemarahan benar-benar menuncak ketika setelah mandi, ia tahu bahwa hujan benar-benar reda. Air jatuh dari langit tak ada dan tak terlihat satu pun. Pemandangan di luar bersih dari air hujan. Anak itu pun tertunduk lemas, melihat kenyataan yang begitu mengesalkan dan begitu pahit.
“Ya Tuhan, kenapa harus begini? Ketika aku di luar, hujan seakan tak akan berhenti, malah menjadi-jadi. Tapi ketika aku sudah di rumah, hujan sudah lenyap dari pandangan.
“Hujan, kenapa sih, kamu begitu? Kamu nggak suka sama aku? Bilang dong! Jangn kaya’ gini caranya! Bikin orang marah aja! Kamu tahu ngaak sih, pastinya kamu tahu, di jalan aku terlihat seperti anak nggak punya otak tau nggak! Diliatin banyak orang, ‘Udah tau hujan, kok malah terus aja sih? Berteduh dlu kek, di sini.’ Mungkin itu yang mereka katakana.
“Kamu pasti tertawa kan, sekarang? Oke. Silahkan! Tolong, pengertian dikit dong sama aku. Kalau mau turun, pikirin dulu jam berapa ini! Jamnya pulang sekolah malah turun. Kamu tuh, pantasnya turun tengah malam nanti. Jadinya nggak ada orang yang jengkel dan marah-marah kaya’ aku sekarang ini!
“Udah, ah! Capek, orang ngomong tapi nggak direspon. Awas ya, kalo sekali lagi kamu gitu! Aku tonjok, cabik-cabik, injak-injak, aku banting, aku tendang kamu habis-habisan. Udah, deh! Aku mau sholat dulu.”
Dan akhirnya anak itu berlalu dan larut dalam sholatnya. Melupakan kemarahannya pada hujan. Hujan yang tak tahu apa-apa hanya diam, ikut larut dalam sholatnya. memujiNya. Berharap ia mau memaafkannya. Seorang anak laki-laki bernama Nico, yang begitu benci karenanya yang tak tahu waktu dan hanya menjalankan perintah Tuhannya.

 SELESAI 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda